Din Hikmah. Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Kuis Dalam Fiqih

Kuis Dalam Fiqih

Written By Din Hikmah on Kamis, 29 Maret 2012 | 23:45


Kuis dalam literatur fiqih disebut dgn istilah "Ju'al" dan hukumnya boleh, selama tidak menuju dalam perkara Judi.
Pada hakikatnya adalah seorang mengumumkan kepada khalayak bahwa siapa yang bisa mendapatkan sesuatu, akan diberi imbalan tertentu.
Dan ju`al ini berlaku untuk siapa saja tanpa harus ada kesepakatan antara pemberi hadiah dengan peserta lomba sebelumnya.

Dengan dasar “Ju`al” ini maka undian atau kuis dibolehkan Dalam sejarah islam,
Al-Quran Al-Kariem menceritakan tentang kisah Nabi Yusuf as yang mendapatkan pengumuman tentang hilangnya gelas / piala milik raja. Kepada siapa yang bisa menemukannya, dijanjikan akan mendapat hadiah.
Dalil yang membolehkannya adalah firman Allah SWT :

"Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka, Yusuf memasukkan piala ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan: "Hai kafilah, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri". Mereka menjawab, sambil menghadap kepada penyeru-penyeru itu: "Barang apakah yang hilang dari pada kamu ?" Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". Saudara-saudara Yusuf menjawab "Demi Allah sesungguhnya kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri dan kami bukanlah para pencuri ."
(QS Yusuf : 70- 73)

Secara istilah adalah : "undian yang dilakukan orang-orang yang sama-sam berhak dalam suatu perkara tanpa diketahui manakah yang lebih berhak mendapatkannya"
Pada asalnya undian dalam syari'at adalah boleh selama tidak ada unsur judi didalam nya, karena didalam Al-qur'an telah disebutkan kisah Nabi Yunus ketika harus mengundi siapakah diantara penumpang kapal yang berhak dilemparkan kedalam laut untuk mengurangi beban kapal itu. Maka para penumpang mengadakan undian.
Firman Allah SWT: "FASAA HAMA FAKAANA MINALMUD HADHIIN"
Kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dlm undian 
(QS.As-Saaffaat(37): 141)

Atau dalam firman nya yang lain ketika mengisahkan siapakah yang berhak untuk mengasuh Maryam, maka orang-orang mengadakan undian untuk menentukan siapa yang berhak mengasuh Maryam dengan melemparkan anak panah mereka manakah yang mengenai maryam.
Yang bisa membantu dalam penyebaran agama islam dan menegakkan syari'at sebagaimana "AGAMA TEGAK DENGAN PEDANG DAN SENJATA, IA JUGA BISA TEGAK DENGAN MENGGUNAKAN DALIL DAN PENJELASAN"

Sebuah undian bisa menjadi judi atau diHaramkan manakala ada keharusan bagi peserta untuk membayar sejumlah uang atau nilai tertentu kepada penyelenggara. Dan dana untuk menyediakan hadiah yang dijanjikan itu didapat dari dana yang terkumpul dari peserta undian. Maka pada saat itu jadilah undian itu sebuah bentuk lain dari perjudian yang diharamkan.

Al-Qur’an ditafsirkan melalui bermacam disiplin Ilmu, tafsir al-Mizan karangan allamah Tahbathabai' dalam bidang filsafat, tafsir Jalalain karangan jalaluddin al-Suyuthi dan jalaluddin al-Mahalli dalam bidang bahasa, tafsir Ibn Kasir dalam bidang Hadist, tafsir Futuhat al-Makkiyah Ibn Arabi dalam bidang Mistik, dan tafsir al-Manar karangan Muhammad Iqbal dalam bidang sains.

Semua itu adalah sedikit contoh dari usaha-usaha mufassirin menafsirkan Al-Qur’an dalam berbagai macam disiplin ilmu.
Bahkan terkadang kami pun menyuruh anak-anak kami dengan iming-iming Hadiah, supaya lebih tekun mempelajari ilmu islam yang Haq, dan bahkan saat kami dipesantren pun juga diadakan lomba Dakwah oleh syech dan guru kami yang dimana jika paling baik dalam dakwah nya mendapatkan hadiah, dan tentunya semua bertujuan kepada yang Maha Kuasa Allah Subhanahu Wa Ta’ala..
 
Intinya, selama itu tidak menimbulkan kemudhorotan dan tidak melanggar syari’at dan selama itu untuk kebaikan, menurut kami dan guru-guru kami itu Sah-sah saja..
“WADHIDDUHU TAZAKUMUL MAFASIDDI FARTAKIBUL ADNA MINAL MAFASIDI”
adapun lawannya jika bertabrakan antara mudharat satu dengan yang lainya maka diambil mudharat yang paling kecil dan ringan.

Dalam kitab Mulakhos mandhumah fiqhiyyah yang di ringkas oleh Abu Humaid Abdullah al Falasi dari kitabnya As syeikh Muhammad Sholeh Al Usaimin dalam kaidah ke 20 dikatakan:
“Idhaa ta’aarodho dhororooni daf’u akhfahuma”
Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka di ambil yang paling ringan.

sekiranya itu sedikit pembahasan masalah Kuis dari kami, semoga bermanfaat dan makin giat untuk berbagi ilmu (mengamalkan) apa yang dipelajari.

Wallahu A'lam Bisshowab


2Y43PRGKGE8Z


( Din Muhammad 'ilyas




Share this article :

Posting Komentar

isi komentar anda dengan bijak

 
Support : Ahlus Sunnah Wal Jamaah
Copyright © 2011. DinHikmah - Media Online Islam Pemersatu Ummat - All Rights Reserved
Template Modify by Din Hikmah